Jabar || www.bkrinews.or.id – Ketua Organisasi Kepemudaan Barisan Kepemudaan Republik Indonesia (OKP BK-RI) DPD Provinsi Jawa Barat, Rudy Ugt,”Menyentuh dua Aspek Penting Dalam Ilmu Tata Negara dan Hukum Internasional” menanggapi soal beredarnya isu Mahasiswa hendak melakukan tuntutan pembubaran Lembaga Perwakilan Rakyat ( DPR ) melalui Demo besar-besaran di berbagai wilayah.
Pada prinsipnya saya berpendapat ada atau tiadak ada Lembaga Perwakilan Rakyat ( DPR ) tidak menjadi syarat mutlak untuk berdirinya sebuah negara dalam Praktik Pemerintahan.
Mari kita jawab satu per satu.!!
1. Apakah Adanya DPR Menjadi Syarat Berdirinya Sebuah Negara?
Tidak, keberadaan lembaga perwakilan rakyat seperti DPR bukanlah syarat mutlak (konstitutif) berdirinya sebuah negara.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, syarat konstitutif berdasarkan Konvensi Montevideo adalah:
- Wilayah tertentu.
- Penduduk permanen.
- Pemerintah yang berdaulat.
- Kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain.
Elemen “pemerintah yang berdaulat” adalah syaratnya, tetapi bentuk pemerintahannya tidak spesifik harus ada DPR. Suatu negara bisa saja berbentuk kerajaan dengan sistem monarki absolut, di mana kekuasaan ada di tangan raja atau ratu, atau berbentuk rezim otoriter tanpa adanya parlemen yang dipilih rakyat. Selama ada pemerintah yang mampu mengendalikan wilayah dan rakyatnya, syarat “pemerintah” sudah terpenuhi.
DPR, dalam konteks Indonesia, adalah bagian dari struktur pemerintahan yang memegang fungsi legislatif. Keberadaannya mencerminkan sistem demokrasi, di mana kedaulatan berada di tangan rakyat dan dijalankan oleh lembaga perwakilan. Namun, tidak semua negara menganut sistem seperti ini.
2. Apakah Pelaksanaan DPR “Kurang Jelas” Karena Tidak Keberpihakan Terhadap Rakyat?
Pertanyaan ini bersifat subjektif dan lebih merupakan kritik terhadap praktik politik di Indonesia, bukan sebuah prinsip hukum internasional tentang syarat berdirinya negara.
Secara teori, dalam sistem demokrasi, DPR atau lembaga sejenisnya (parlemen, kongres) memiliki fungsi-fungsi utama, di antaranya:
- Fungsi Legislasi: Membentuk undang-undang bersama dengan pemerintah (eksekutif).
- Fungsi Anggaran: Mengesahkan dan mengawasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
- Fungsi Pengawasan: Mengawasi kinerja pemerintah agar berjalan sesuai dengan undang-undang dan kebijakan yang telah ditetapkan.
- Fungsi Representasi: Menyerap dan menyalurkan aspirasi rakyat.
Jadi, tujuan keberadaan DPR adalah untuk mewakili rakyat. Namun, dalam praktiknya, seringkali muncul kritik dari masyarakat terkait kinerja anggota DPR, seperti:
- Kurangnya keberpihakan pada rakyat: Keputusan yang dibuat sering dianggap lebih menguntungkan kelompok atau partai politik tertentu daripada kepentingan publik.
- Tidak transparan: Proses pengambilan keputusan dan penggunaan anggaran seringkali kurang terbuka untuk publik.
- Isu korupsi: Beberapa kasus korupsi yang melibatkan anggota DPR menimbulkan keraguan atas integritas lembaga.
Meskipun kritik ini valid dan banyak terjadi, hal tersebut tidak mengubah status Indonesia sebagai negara berdaulat yang memenuhi syarat-syarat internasional. Kritik ini adalah bagian dari dinamika politik internal suatu negara. Keberadaan DPR yang berfungsi—meski dengan segala kekurangan dan kritiknya—tetap memenuhi syarat “pemerintah yang berdaulat” dalam arti ada lembaga yang menjalankan fungsi legislatif dan pengawasan.
Sebagai kesimpulan, adanya DPR bukanlah syarat mutlak berdirinya sebuah negara. Namun, dalam negara yang menganut sistem demokrasi, DPR memegang peranan vital sebagai perwakilan rakyat. Kinerja DPR yang dianggap “kurang keberpihakan terhadap rakyat” adalah persoalan internal yang menjadi tantangan dalam praktik demokrasi, tetapi tidak membatalkan status suatu entitas sebagai negara. (Red)