Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bandung hingga saat ini tengah menyidik kasus digaan korupsi pada Kantor Unit Layanan Pengadaan (ULP) Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung.
Informasi yang diperoleh dari Kejari Bandung, para penyidik telah melakukan serangkaian pemeriksaan, termasuk penggeledahan yang dilakukan pada Kantor ULP Pemkot Bandung di Balai Kota Rabu (10/7/2024) lalu.
Namun Kepala Kejari (Kajari) Bandung Irfan Wibowo belum menjelaskan siapa tersangka dan apa yang dikorup pejabat/ASN Pemkot Bandung itu.
Bahkan katanya, penggeledahan tidak hanya di kantor ULP melainkan juga dilakukan di rumah anggota kelompok kerja (pokja) Unit Layanan Pengadaan.
Kasus korupsi memang belum mencuat ke permukaan. dari informasi yang dihimpun, di Pemkot Bandung terjadi adanya oknum-oknum yang diduga melakukan hal tak terpuji yakni pengaturan proyek lelang pekerjaan antara pokja dengan peserta lelang, untuk sejumlah proyek pengerjaan atau tender.
Praktek pengaturan inilah yang membuat sejumlah oknum tengah dibidik Kejari Bandung. Untuk hal ini, Kejari Bandung belum menjelaskan secara rinci tender apa dan dinas mana yang tengah diselidiki oleh mereka.
Yang pasti hingga kini Kajari Bandung menyebutkan, dalam kasus ini pihaknya belum menentukan seorangpun tersangka.
“Penggeledahan yang dilakukan Penyidik Kejari Bandung adalah sebagai upaya untuk membuat terang perkara dan kelengkapan berkas perkara, untuk selanjutnya nanti akan ditentukan tersangkanyaja,” kata Kajari Irfan saat konferensi pers di Kantor Kejari Kota Bandung, Jalan Jakarta.
Sementara itu Kasi Intel Kejari Kota Bandung Wawan Setiawan menambahkan, dari hasil penyelidikan sementara, dugaan pengaturan lelang proyek itu diduga dilakukan pada tahun anggaran (TA) 2024 yang dilakukan Pokja ULP.
“Makanya, penyelidikan yang kami lakukan yakni tentang adanya indikasi transaksional antara pihak penyedia dan pihak Pokja ULP. Untuk itu, kami segera ambil tindakan dengan menyita barang-barang elektronik yang kemudian bisa membuat terang permasalahan ini,” kata Wawan.
Wawan membeberkan modus operandinya. Menurutnya, Pokja ULP membocorkan sejumlah dokumen seperti detail engineering design (DED), rancangan anggaran belanja (RAB) hingga harga perkiraan sendiri (HPS), ke pengusaha atau peserta lelang proyek.
Hal itu dilakukan pihak Pokja (ULP) dengan iming-iming penyedia dapat memenangkan tender. Tentu saja dengan cara menyerahkan sekjumlah uang dari penyedia, kemudian penyedia akan mendapatkan DED, HPS dan RAB.
Wawan juga menambahkan, setiap peserta lelang yang ingin mendapatkan bocoran dokumen proyek, harus membayar sejumlah uang kepada anggota Pokja ULP mulai dari Rp5 sampai Rp10 juta.
Dugaan Praktik ini diduga sudah dilakukan untuk 14 proyek pengadaan. Hingga dengan menyerahkan DED, maka penyedia mengetahui berapa besaran yang bisa dilakukan dan kuncian-kuncian apa yang bisa dilakukan yang ada di dalam paket pekerjaan tersebut.
Kejari juga mendapatkan hasil sementara dari penggeledahan yang dilakukan di dua lokasi, yakni telah menyita 74 barang bukti mulai dari dokumen, laptop hingga HP dari sejumlah anggota Pokja.
Pewarta : Redaksi
Uploader : Admin 1
Copyright © KONTEN 88 2024