Maraknya Penyesatan Hukum, Diduga Oleh Oknum Kepolisian Resahkan Masyarakat

Richard William selaku Pendiri Perkumpulan Pengacara GAPTA dan Pendiri / Pengacara Forum Wartawan Jaya Indonesia FWJI, serta Pimpinan GAPTA CYBER dan KONTEN 88 Barisan Kepemudaan Republik Indonesia, menilai telah terjadi dugaan penyesatan hukum oleh kepolisian yang sangat meresahkan masyarakat pencari keadilan melalui jalur hukum di kepolisian.

Oknum Dokter RS. Bhayangkara Makassar – Sulsel, Diminta Keluarga Pasien Dipolisikan

Hal ini dapat dilihat dari Maraknya Praktek / Kasus Pemerasan, Penipuan, Salah Tangkap, Rekayasa Perkara dan Peredaran Narkoba yang melibatkan Oknum Anggota Kepolisian itu sendiri. Ini membuktikan bahwa diduga telah terjadi praktek penyesatan hukum oleh kepolisian yang mengakibatkan tim bul korban dimana mana!

Mengingat praktek pelaksanaan dalam proses penegakan hukum dikepolisian, dalam menangani laporan masyarakat yang ingin mendapatkan keadilan melalui jalur hukum dikepolisian, dalam prakteknya jauh dari aturan hukum yang diatur dalan Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana atau disebut KUHAPidana,

Mereka tidak mematuhi dan atau kurang memahami sebagaimana mestinya tentang pelaksanaan Ranah Hukum Pidana. Dan itu dapat dilihat dari proses penerimaan laporan saja sudah dapat diketahui tuturnya.

Dan ini bisa terus terjadi, dikarenakan adanya ketidak jelasan dan transparansi dalam alokasi Anggaran Pemerintah terkait penggunaan dalam proses hukum dikepolisian, sehingga kejelasan proses penanganan hukum laporan masyarakat tidak ada, yang mengakibatkan lahirlah praktek-praktek korupsi di tingkat Kepolisian.

Richard melihat bagi yang punya uang proses hukumnya cepat, dan bagi yang tidak punya uang dan atau yang cuma bermodalkan kebenaran saja proses hukumnya lambat dan tidak jelas kepastian hukumnya.

Padahal kepolisian seharunya tau untuk membedakan persoalan perdata dan pidana berdasarkan penjelasan aturan hukum diatas. Gampangnya yang membedakan sistem peradilan perdata dan pidana

Baca Juga  Bey Machmudin Resmikan Galeri Arsip COVID-19 Jadi yang Pertama di Asia Tenggara

Yaitu :

Pada peradilan perdata. Para pihak bersifat aktif mulai dari mengajukan tuntutan sampai dengan mengajukan bukti bukti terhadap tuntutannya.

Sedang negara yang di wakili oleh Pengadilan bersifat Pasif yaitu hanya menilai semua bukti formil dan materiil yang diajukan para pihak.

Sedang negara yang di wakili oleh Pengadilan bersifat Pasif yaitu hanya menilai semua bukti formil dan materiil yang diajukan para pihak.

Sedangkan pada peradilan pidana. Para pihak (masyarakat) bersifat pasif, hanya bisa mengajukan LAPORAN PERISTIWA kepada Negara yang diwakili oleh Penyidik, dan masyarakat yang hanya bertindak ketika diminta oleh Negara (Dipanggil, di geledah dan sebagainya).

Sedangkan negara bersifat Aktif yaitu melakukan segala tindakan yang diperlukan untuk mengumpulkan alat alat bukti kemudian menentukan Peristiwa pidana apa / Pasal pidananya apa, dan siapa pelakunya.

Berdasarkan fakta sekarang ini, diduga telah terjadi penyelundupan hukum dalam peradilan pidana di tingkat Penyidikan.

Kekeliruan menafsirkan hukum yang mengakibatkan penyidik tersesat, merugikan penyidik dan masyarakat.

Mulai dari penerimaan Laporan Polisi, dimana Masyarakat seolah olah dipaksa untuk menentukan Pasal pidana dari peristiwa pidana yang dilaporkannya sekaligus menentukan “Orang” yang di duga melalukan tindak pidananya dalam istilah sekarang “Terlapor”.

Padahal, dalam KUHAP, tidak dikenal istilah Terlapor.

Dan sesungguhnya, masyarakat hanya diberikan hak untuk melaporkan PERISTIWANYA SAJA, apa pasal pidananya, apa alat buktinya, dan siapa tersangkanya, nanti NEGARA yang menentukan melalui Proses PENYIDIKAN.

Bukan proses PENYELIDIKAN.

Penyidik sering terpaku pada apa yang tercantum pada Laporan Polisi. Khususnya Pasal Pidana dan Tersangkanya / Terlapor. Padahal Laporan Polisi tidak pernah di bahas di sidang pengadilan.

Sehingga tidak jarang penghentian penyidikan dilakukan karena Pasal pidana ataupun Tersangka yang ditemukan dalam penyidikan berbeda dengan pasal pidana ataupun Tersangka yang ada pada Laporan Polisi.

Baca Juga  Stok Darah di Kota Bandung Menipis, PMI Kota Bandung Ajak Donor Darah

Lalu penyidik kemudian menyesatkan masyarakat dengan menyarankan kepada Korban untuk membuat laporan polisi baru, padahal berlaku ketentuan mengenai per barengan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 64, 65, 66, sd 71 KUHP.

Dari penjelasan ini, tentunya masyarakat dan kepolisian seharusnya sudah bisa memahami dan ikut membenahi sistem proses hukum dalam pelaksanaannya kedepan.

Intinya mari kita sama sama jaga jangan sampai Institusi Polri terpuruk dan tersesat dalam memberikan layanan yang terbaik bagi para pencari keadilan melalui jalur hukum dikepolisian. Resp/RW.

Pewarta : Rudy Ugt
Uploader : Admin 1
Copyright © KONTEN 88 2024

Tinggalkan Balasan