Garut || bkrinews.or.id/, Aktivis Jabar Selatan yang tidak mau disebutkan namanya, Meminta Penyidik KLHK menerapkan penegakan hukum pidana multidoor atau pidana berlapis terhadap pelaku perambahan dan perusakan lingkungan dikawasan Hutan Lindung (HL) Hulu Sungai Cibitung Gunung Uyung, Desa Cikarang Kecamatan Cisewu Kabupaten Garut, provinsi Jawa Barat, dengan menggunakan Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan (PPLH) serta Undang-undang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H).

Bagi Oknum yang tidak bertanggung jawab agar diproses Secara Hukum atas tindak pidana perusakan lingkungan hidup berdasarkan Undang-undang perlindungan lingkungan hidup dan tindak pidana pertambangan tanpa izin dikawasan hutan berdasarkan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

Kepada Penyidik Tindak Pidana Perambahan Hutan Gakkum KLHK bahwa, bagi pelaku bila terbukti bersalah maka minta langsung disidik oleh Penyidik Direktorat Penegakan Hukum Pidana KLHK. “Barang bukti agar segera diamankan dan bagi pelaku terkait pertambangan ilegal kawasan hutan agar secepatnya di tangkap.

Aktivis menegaskan bahwa pelaku bisa dijerat dengan Pasal 89 ayat (1) huruf a jo Pasal 94 ayat (1) huruf a Undang- undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

Atas pelanggaran ini, bagi para bisa pidana penjara paling singkat 8 (delapan) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp.100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

Besar Harapan dari Aktivitas Jabar Selatan Kepala Seksi III Gakkum KLHK Wilayah Jawa Barat, bahwa pelaku juga bila dipandang perlu langsung disidik oleh Penyidik Gakkum KLHK terkait perusakan lingkungan baik akibat kegiatan pertambangan illegal, Penebangan Liar serta bagi yang disengaja melawan hukum Perusakan di diperkirakan pada hari Minggu 28 mei 2023, di kawasan “Hulu Sungai Cibitung Gunung Uyung yang diantaranya Jenis bambu, Kayu Mahoni, Kayu Kibanen dll”.
Atas perbuatan ini pelaku bisa dijerat dengan Pasal 98 ayat (1) dan/atau Pasal 99 ayat (1) Jo. Pasal 69 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terkait dengan perusakan lingkungan hidup.
“Atas pelanggaran ini juga bagi pelaku diancam pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun serta pidana denda paling sedikit Rp. 3.000.000.000.,00 (tiga miliar) dan paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Aktivis, menambahkan bahwa pelaku supaya efek jera dan Barang Buktinya berharap ditindaklanjuti kejaksaan dengan Segera,” tutur Aktivis.
Dengan adanya Penindakan pidana berlapis ini diharapkan akan memberikan efek jera kepada pelaku kejahatan perusakan lingkungan, perusakan hutan, dan/atau pertambangan illegal. Disamping dijerat kedua Undang-undang tersebut,
pertambangan illegal yang dilakukan oleh pelaku dapat dipidana juga berdasarkan Pasal 158 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dengan ancaman hukum maksimal 5 (lima) tahun penjara dan denda maksimal Rp.100.000.000.000,- (Seratus milyar rupiah).
Minta Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan KLHK Aktivis menegaskan bahwa pihaknya berharap agar majelis hakim dapat menghukum pelaku seberat-beratnya untuk memberikan efek jera.
Pengenaan pidana berlapis, multidoor ini merupakan langkah bersejarah dalam penegakan hukum sumberdaya alam di Indonesia. bila pelaku perusakan hutan di Garut Selatan dikenakan pidana berlapis dengan menggunakan lebih dari satu undang-undang.
“Pelaku minta dihukum berat dengan menggunakan lebih dari satu undang-undang,” tegasnya.
“Penerapan multidoor ini memohon agar di kembangkan untuk penindakan kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan lainnya, termasuk penegakan hukum tindak pidana pencucian Kayu (ILEGALOGING,” pungkas Aktivis (***)